Tuesday, April 19, 2011

My First and Everything...

Dear Bapak,


Nggak terasa, sudah setahun lebih Bapak ‘pulang’ ketempat-Nya. Cepat sekali waktu berlalu dan rasanya baru kemarin, aku mencium tangan keriputmu yang ‘pasrah’ dihujam jarum infus di rumah sakit.
Pak, setiap kali duduk didepan tv, aku masih mengharap (hmmm aku tau ini terdengar sinting) untuk melihat Bapak keluar dari kamar, dengan kaos oblong kuning butut dan celana pendek, sambil terbatuk-batuk dengan suara khas, yang sudah setahun lebih ini sangat kurindukan.
Atau setiap kali aku berangkat kerja, aku selalu membuka jendela sebelah kiri mobil, hanya untuk menyaksikan Bapak melambaikan tangan dengan senyuman tulus, yang belum pernah kuterima dari lelaki manapun yang ada di bumi ini.
Ah Bapak…sesak sekali dada ini mengingat semua hal tentang dirimu. Aku berusaha mengingat secuil saja ‘keburukan’ tentang dirimu, tapi aku tak kunjung bisa mengingatnya.
Justru yang muncul dan meari-nari indah di benakku, adalah sosok seorang laki-laki yang dengan sabar menunggui gadis kecilnya yang tantrum dan mogok sekolah, mengorbankan jam kantornya untuk duduk didepan kelas sang gadis kecilnya seharian. Atau sosok laki-laki yang mengajak gadis kecilnya naik metromini ke jatinegara, demi membelikan sebuah tas impian si gadis dengan menggunakan uang tabungan yang ada celengan.
Ah, aku begitu merindukanmu Pak.Bukan hanya aku rasanya, tapi juga cucumu, Nevan, yang selalu Bapak sebut sebagai ‘semangat hidup’. Masih ada sebuah rekaman video di telfon selularku, dimana didalamnya terdapat suaramu Pak. Hanya suara, namun sedikit bisa mengobat kerinduanku terhadapmu.
Seandainya…ah nggak akan habis aku menyesali saat-saat kepergianmu Pak. Aku begitu sibuk tenggelam dalam pekerjaanku dan mengurus Nevan, anakku, sehingga jarang meluangkan waktu untuk menemanimu di rumah sakit. Saat itu aku begitu yakin, Bapak akan sembuh dan pulang. Ya, Bapak memang pulang tapi bukan kerumah kita, melainkan ke pelukan-Nya.
Pagi yang pilu itu ngga akan bisa aku lupakan dalam hidupku. Tubuhku terasa lunglai dan dada ini seperti dihujam ribuan belati…sakiittt sekali Pak. Dan sampai sekarang sakit itu belum sembuh, hanya rasa sakitnya yang berangsur menghilang….
Bapak pasti sudah bahagia disana. Pasti.
Sosokmu yang kian hari kian renta dan sakit-sakitan, dengan batuk yang mendera berkepanjangan…rasanya sudah cukup ‘derita’ yang Bapak alami dalam hidup.
Tau nggak Pak, setiap kali aku mendengar lagu Dance With My Father-nya Luther Vandross atau Celine Dion, aku ngga pernah kuat. Karena airmataku akan turun tanpa terbendung, menyisakan kerinduan yang begitu dalam dan menyesakkan.
Seseorang baru akan merasa kehilangan, jika sudah benar-benar ngga ada. Itu kurasakan betul. Betapa aku dulu sering ngerasa sebel, karena Bapak begitu over protective terhadapku dan Dimas, adikku. Betapa Bapak selalu mengantar jemput kami, kemanapun perginya. Sampai sekarang, teman-teman SD,SMP, SMA-ku bahkan teman-teman kuliah masih mengingat dengan jelas sosok Bapak, yang selalu hadir mengantar jemputku. Aku tersenyum bila mengingatnya Pak, walaupun saat-saat itu aku sedikit merasa jengah, namun sekarang aku sangat bersyukur karena memiliki Bapak sepertimu.
Aku menulis surat untuk Bapak ini, dikantor. Aku rela mengorbankan jam makan siangku, untuk menghabiskan waktu didepan layer computer dan ‘memanggil’ kembali semua yang kuingat tentang dirimu.
Aku masih mengingat semua Pak. Semua detil, bahkan aroma tubuh rentamu, masih bisa kuhadirkan kembali siang ini.
Aku sedikit menahan malu, karena airmata yang tidak bisa diajak kompromi ini, mengalir dengan derasnya.
Tidak akan ada lagi penyesalan dan kesedihan yang mendalam Pak. Bapak sudah ditempat yang terbaik sekarang. Bapak mungkin sudah lebih bahagia daripada kami semua disini.
Sekarang saatnya bagi kami untuk melanjutkan hidup, membangun kembali impian-impian Bapak yang terkubur bersama jasadmu, dan merengkuh kembali sisa kehidupan sebelum dipertemukan dengan Bapak.
I love you Bapak, I will always do…


Bapak’s Little Girl yang selalu merindu. 


Hallloooowwwwww....this is the day, when i decide to write again, nge-blog lagiii...
Susah bener sih cari inspirasi buat nge-blog lagi. Padahal dulu, bisa dibilang blog adalah tempat 'sampah' legal buat gue menumpahkan segala rasa.
Okeeeyy, tulisan pertama di blog ini akan dimulai dari 'surat cinta' yang gue bikin untuk almarhum Bapak tercinta.
Bapak meninggal 8 Desember 2009 lalu, dan Rabu, 9 Februari lalu gue tertarik buat ikutan sebuah project ceritanya. Dengan airmata menggenang (tsaahhh..) gue 'mengorbankan' jam makan siang dan memilih untuk menumpahkan rasa kangen gue buat seorang laki-laki yang sangat gue cintai itu...
Teruuussss....tanpa disangka-sangka, tulisan gue itu dimuat di buku Dear Papa 1. Ihiiiiiyyyyy senang sekaliiiii!!! Penerbitnya siapa lagi kalo bukan nulisbuku yang memang mem-fasilitasi para penulis 'amatiran' seperti gue iniii, untuk bisa menerbitkan sebuah bu
ku...



Nah buku ini memang ngga diterbitkan dalam jumlah yang banyak, jadii untuk pemesanannya pun harus lewat nulisbuku. oya, satu lagi, buku ini pure charity, hasil penjualannya akan disumbangkan untuk salahsatu panti jompo di Surabaya...for me, that's more valuable than money...

1 comment:

  1. waaaaaa....keren tulisannya...dari hati...pakai hati dan pakai airmata saking menghayatinya....salut...

    salam :)

    ReplyDelete